Di Balik Pantai Kuta Bali
Wisata Pantai Kuta Bali
Pantai Kuta Bali sebelum menjadi objek wisata seperti yang kita kenal sekarang, awalnya merupakan salah satu pelabuhan dagang di Pulau Bali yang menjadi pusat pemasaran hasil-hasil bumi masyarakat pedalaman dengan para pembeli dari luar. Dibukanya Pantai Kuta sebagai tempat berlabuh tak lepas dari peran Patih Gajah Mada.
Di Balik Pantai Kuta Bali, Patih Gajahmada dan pasukannya dari kerajaan Majapahit pada sekitar abad-14 berlabuh di bagian selatan pantai kuta yang kini lebih di kenal dengan nama Tuban. Lantaran daerah ini cocok untuk tempat pelabuhan kapal, maka pelan-pelan kawasan ini berubah menjadi kota pelabuhan kecil, dimana para warga pun menyebut kawasan ini dengan nama Pantai Perahu. Pun pada abad ke-19, Mads Lange, seorang pedagang asal Denmark, menetap dan mendirikan markas dagang di Pantai Kuta. Menurut Horst Henry Geerken, dalam Kesaksian Seorang Jerman di Indonesia 1963-1981, dari sini dia menjalankanperdagangan yang sukses dengan pulau-pulau tetangga dan kapten kapten kapal nelayan Eropa. Melalui keterampilannya bernegosiasi, Mads Lange menjadi perantara perdagangan antara raja-raja di Bali dengan Belanda. Selain urusan perdagangan, Mads Lange juga melakukan upaya arbitrase antara Belanda dan kerajaan-kerajaan Bali untuk menghindari konflik militer.
Pada perkembangannya, Pantai Kuta Bali mulai kondang setelah Hugh Mahbett menerbitkan buku berjudul Pujian untuk Kuta. Buku tersebut berisi ajakan kepada masyarakat setempat untuk menyiapkan fasilitas pariwisata demi menunjang perkembangan kunjungan wisata ke Pantai Kuta. Melalui buku itu, wacana tentang pengembangan fasilitas pariwisata kian marak, sehingga pembangunan penginapan, restoran, maupun tempat-tempat hiburan makin meningkat.
Lambat laut ketika modernisasi mulai melanda Pulau Dewata, dan atas saran dari beberapa pelaku pariwisata di Bali. Mereka me-refrensikan Pantai Kuta sebagai pusat pariwisata dari Bali. Hal ditandai dengan banyaknya bangunan hotel dan lokasinya dekat dengan Bandara yang telah di pindah dari Kabupaten Singaraja menuju Bali Selatan. Bangunan hotel di sana memiliki harga murah dan menyebabkan banyak wisatawan memilih untuk tinggal di Pantai Kuta.
Pantai Kuta Bali Angker
Namun tahukah Anda jika Pantai Kuta dulunya sangat angker? angker karena banyak kuburan yang terdapat di sepanjang Pantai Kuta. Penduduk lokal pun tak berani ke Pantai Kuta di saat malam. Tahun 1965-an hingga tahun 1970-an, Pantai Kuta masih amat sepi. Hanya ada satu dua wisatawan asing yang ada di pantai dan itu bisa dihitung dengan jari.
Walaupun angker di tahun 1960 an, tak menghalangi para turis asing untuk berlaku bebas di pantai. Turis bisa bebas sebebasnya, bahkan bisa telanjang di pinggir pantai. Zaman itu dapat dilihat banyak turis telanjang di pinggiran pantai Kuta. Bahkan menurut Horst Henry Geerken, menjelang akhir tahun 1960-an, Kuta menjadi tempat bertemunya kaum hippies dari mancanegara, mariyuana, dan obat-obatan lain yang diual di setiap sudut. Namun setelah tahun 1970-an, turis sudah tidak bisa bebas lagi karena mulai ada larangan-larangan seperti tidak boleh telanjang di pantai. Oleh karena adanya larangan-larangan, turis asing yang sudah terlanjur biasa bebas di Pantai Kuta mulai bergeser ke Pantai Legian, Seminyak, Camplung Tanduk, hingga ke Canggu untuk menyepi.
Dalam sejarahnya hampir seluruh pantai di Bali dulunya adalah tempat pendaratan penyu. Seiring dengan perjalanan sang waktu, kini hanya tertinggal beberapa tempat saja yang dikunjungi penyu untuk bertelur, dan salah satunya adalah Pantai Kuta. Kini Pantai Kuta bukan hanya ramai dikunjungi wisatawan namun juga ramai dikunjungi penyu untuk bertelur. Hal ini sangat mengejutkan dengan melihat kondisi Pantai Kuta yang kini telah sesak dengan banyaknya bangunan hotel. Penyu yang mendarat di Pantai Kuta adalah jenis penyu lekang (Lepidochelys olivacea). (berbagai sumber)
Belum ada Komentar untuk "Di Balik Pantai Kuta Bali"
Posting Komentar